Zona waktu ternyata ditetapkan bukan semata-mata atas pertimbangan
geografis, tapi juga ekonomi. Indonesia ternyata telah berulangkali
"mengutak-atik" zona waktu di wilayahnya atas berbagai pertimbangan. Di
masa pra kemerdekaan, pemerintah Hindia Belanda kala itu telah mengubah
zona waktu di wilayah nusantara sebanyak lima kali.
"Zaman kemerdekaan empat kali, tahun 1947, 1950-an sekian, tahun
1963. Dan semua ada alasan ekonomi politik tertentu," ungkap Edib
Muslim, Kadiv Humas dan Promosi KP3EI (Komite Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia), dalam workshop internalisasi MP3EI
kepada insan pers, di Bogor, Sabtu (10/3/2012).
Pemerintah berencana menyatukan wilayah waktu Indonesia
yang sekarang ini dibagi menjadi tiga zona waktu, yaitu Waktu
Indonesia bagian Barat (WIB), Tengah (WITA), dan Timur (WIT).
Rencananya, pemerintah akan memakai Wita sebagai patokan. Hal ini
dilakukan, di antaranya, demi efisiensi birokrasi dan peningkatan daya
saing ekonomi.
Tiga zona waktu yang kini membagi Indonesia
dinilai tidak efektif. Misalnya, soal waktu dagang antara dunia usaha
di zona WIT dan WIB. Perhitungan KP3EI, jika jam transaksi perdagangan
umum di Jakarta dimulai pukul 09.00 WIB dan berakhir pukul 17.00 WIB,
maka waktu efektif berdagang antara dunia usaha di WIT dan WIB hanya 4
jam.
Edib melanjutkan, demi alasan ekonomi, pada 1987 Bali keluar
dari zona WIB dan masuk WITA. Alasannya, semata karena memperhitungkan
sektor pariwisata. "Bali itu kita geser ke kanan (WITA) agar turis-turis
Australia menginap semalam lagi. Kalau yang tambah menginap satu orang
itu kecil, tapi kalo 100 ribu orang dikali 100 dollar AS berapa
(besarnya)? Itu baru hotelnya, belum (pembelian) suvenirnya," tambah
dia.
Perbedaan zona waktu memang bisa menimbulkan kerugian
ekonomi. Batam, misalnya, setiap tahun harus kehilangan potensi Rp 100
miliar dari transaksi hotel karena turis asal Singapura harus pulang
lebih awal akibat perbedaan waktu satu jam dengan Batam, Indonesia.
"Seharusnya turis-turis Singapura yang datang ke Batam itu langsung
kerja besok pagi dari Batam. Tapi, karena kita terlambat sejam (dalam
zona waktu) mereka harus pulang dulu untuk besok pagi bisa kerja. Kalau
semalam lagi turis-turis ini stay di Batam, berapa hotel di Batam yang penuh pada Minggu malamnya?" terang Edib.
Oleh
karena itu, menurut dia, rencana pemerintah menyatukan zona waktu
sebagai bagian dari Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI) adalah ide positif. Ini bisa membantu
Indonesia meningkatkan daya saing dalam ekonomi serta sosial-politik.
Pengaturan
zona waktu ini juga telah dilakukan sejumlah negara seperti Rusia yang
tengah mengubah 11 zona waktu menjadi 9 zona. Bahkan, sekarang ini
sedang menyiapkan langkah menuju 4 zona. Begitu pula dengan China yang
telah menetapkan satu zona waktu sejak tahun 1949.Sumber : Kompas
0 komentar:
Posting Komentar